21 November 2011

Soulmate Itu Tidak Sempurna


Salah seorang saudara sepupu yang sudah menikah sedang dalam ambang perceraiannya.  Mama dan papa berusaha menolong pasutri ini.  Sebagai orang tua dan telah melewati banyak hal, mereka merasa sayang  jika pernikahan harus berakhir pada perpisahan seperti ini.

Usia pernikahan mereka baru 3 tahun dan anak mereka belum menginjak 2 tahun.  Banyaknya perbedaan sifat membuat mereka berpikir mereka bukan pasangan serasi.

Apakah benar semua pasangan yang menikah dan bertahan sampai akhir adalah soulmate ?  Aku rasa tidak.

Pada awal pernikahanku, aku juga merasa banyak sekali perbedaan dengan Pio. 

Contoh 1 :
Pio suka meletakkan barang di mana saja dan kebingungan saat mencarinya kembali.  Aku tidak .  Karena sifat pelupaku, aku suka meletakkan barang pada 1 tempat supaya tidak kesulitan mencarinya kembali.

Dulu, aku suka marah dan kesal karena sikapnya itu. Namun, kemudian aku mengajari diri sendiri untuk tidak marah dan mengomel lagi.  Aku bersepakat dengan Pio, jika Pio menaruh barang sembarangan , maka aku berhak tidak membantu dia mencari saat barang itu diperlukan. :D
Efektif ! Pio lebih rapi ….

Contoh 2 :
Sebagai pasutri yang baru menikah, aku ingin menjadi istri yang baik.
Aku belajar memasak makanan yang sehat untuk Pio.  Namun sehat dalam kamusku tidak berarti  yummy dan bisa diterima lidah Pio.  

Suatu hari, aku memasak buat Pio.  Aku berusaha sebaik-baiknya agar saat suamiku pulang, ia bisa menikmati hasil kerja seharianku itu.
Ternyata, hari itu Pio pulang malam sekali… sekitar jam 9 malam, karena ia pergi ke rumah mamanya dulu.

Aku dongkol sekali, karena aku menunggunya sampai kelaparan.
Pas pulang, aku menyambutnya dengan agak bersungut-sungut.  Kemudian saat Pio membuka tutup tudung saji, ia bilang “ Mio.. masakin aku supermie yah..”

Dongkol tingkat dewa !!!
Hari itu berakhir dengan kecapekan, kedongkolan , kemarahan , pertengkaran dan juga kelaparan yang tidak dewa rencanakan !

Keesokan harinya, masih dengan amarah yang besar aku menelpon mamaku. Aku pikir paling tidak ada orang yang akan mendengarkan dan berpihak padaku.  Tapi apa yang aku dapat ? Aku dapat omelan dari mamaku :D

Namun aku sangat bersyukur sampai hari ini, karena mama tidak berpihak padaku saat itu. Omelannya membuatku berpikir dan menjadikanku lebih dewasa.

“Buat apa sih kamu bertengkar ? Makanan yang tidak dimakan kan bisa disimpan dan dimakan lagi besoknya.  Buat apa memaksa suamimu memakan apa yang kamu buat ? Jika kamu merasa capek karena harus memasak, ya kamu ga usah masak ! “

“Tidak perlu memaksa dan merubah suamimu seperti yang kamu inginkan, kamu cuma akan membuat diri kamu kecapekan.  Suamimu sudah melewati 30 tahun lebih hidup seperti yang dia mau…dan  kamu mau merubah dirinya dalam 1 bulan pernikahan kamu ?”

Hahaha… aku selalu tersenyum kalau mengingat kata-kata mamaku. 
Bijak dan menancap tajam dalam hatiku !!!

Perbedaan adalah sesuatu yang perlu kita sesuaikan dalam pernikahan.  Apa enaknya melewati pernikahan tanpa perbedaan itu ?  Manusia yang terlahir kembar saja masih memiliki sedikit perbedaan , apalagi kita .

Perbedaan itulah yang akan membuat kita semakin mencintai pasangan kita. Karena disanalah kita belajar mengerti keinginan masing-masing pihak.

Aku belajar memilih mengingat hal-hal yang baik dalam diri Pio saat aku marah dan kesal padanya.
Ternyata cara ini membuatku tidak bisa marah terlalu lama pada Pio...  malah selalu menyadarkanku bahwa tidak ada suami yang sempurna di muka bumi ini dan aku pun tidak dilahirkan sebagai istri yang sempurna. 

Moral :
Soulmate adalah pasangan yang mau belajar melihat kebaikan , bukan  memfokuskan kelemahan namun saling melengkapi...

Cinta Itu Mendengarkan

Seringkali kita menilai orang lain dari penampilan luar bukan ? Padahal seringkali juga kita diajarkan "don't judge a book by its cover".   Namun, lingkungan lazim memperlakukan manusia seperti itu sehingga membuat pikiran kita mengabaikan pengajaran yang sesungguhnya.

Dan... tanpa sadar, kita pun menilai dan memperlakukan anak-anak kita seperti itu !
Anak-anak menjadi korban karena kekerasan hati orang tua yang tidak mau merubah sikap dan cara pikir mereka.

Seorang anak yang mantan muridku akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dariku.  Berawal dari keengganannya untuk masuk ke kelas remaja di gereja.  Padahal, teman-teman seusianya juga ikut pindah ke kelas remaja.  Namun, dia memaksa untuk tetap di sekolah minggu. Akhirnya, aku membolehkan dia ikut di sekolah minggu sambil berusaha mencoba mendekati dan mencari tahu permasalahannya.

Setelah kelas usai aku berbincang dengannya.  Dan dengan jujurnya ia berkata bahwa ia minder dan sangat tidak percaya diri untuk masuk ke remaja. Dia merasa dirinya tidak bisa apa-apa dan juga sangat tidak selevel dengan teman-temannya.  Hatiku trenyuh mendengar kejujuran itu. 

Aku mengenal orang tuanya.  Mereka adalah keluarga yang sangat berkecukupan. Rumah, mobil dan pakaian mewah adalah hal-hal yang terlihat di mata orang lain.  Jadi mengapa anak ini merasa minder ? Mengapa ia merasa tidak selevel dengan teman-teman remaja lainnya ?

Perbincangan membuka banyak hal tentang anak ini.  Ternyata perlakuan orang tuanya membuat dia seperti itu. Otoritas dan larangan berlebihan dari orang tua melumpuhkan daya pikir dan keinginannya.  

Aku : " Kok kamu bisa merasa minder ?"
Che : " Karena aku ga sama dengan mereka ..."
Aku  :" Dalam hal apa ?"
Che : " Banyak... pakaian misalnya, aku ga diizinin pake baju yang aku suka.  Mama maunya  aku pake baju yang dia beli .... padahal, aku ga suka "
Aku : " Bilang aja ke mama, kalo kamu lebih suka pake yang lain"
Che : " Udah ... ujung-ujungnya aku kena marah dan mama bete seharian , jadi mending aku nurut ajalah.... daripada mama ngamuk ! "

Suatu saat yang lain, aku sempat berbicara dengan mama anak ini.  Saat aku  menyinggung tentang pakaian....

Mam : " Ia tuh anak ! Heran bener !!! Kalo pake baju ga pernah benar, kacau bener !!!"    " Pernah ya, kita mau pergi , dia cuma pakai kaos dan celana jeans, gua bete banget ..    akhirnya kita sekeluarga batal pergi !"

Aku  : " Lah, selera lo sama anak lo kan beda .... masa mesti dipaksain ? Apa yang bagus di mata lo kan belum tentu bagus di mata orang lain !"

Teman ini memang sangat mengutamakan penampilan. Aku nyaris tidak pernah melihat dia keluar tanpa dandanan dan baju bagus.  

Lalu aku minta sang anak mengisi beberapa test karena aku ingin tahu dia anak otak kanan atau kiri.  Hasilnya dia adalah right brain visual learner.  Seorang anak yang bisa berhasil jika diasah dengan baik sesuai kemampuan belajarnya.  Aku melakukan ini karena nilai-nilai pelajaran di sekolahnya rata-rata fail.  Dia juga di cap pembohong oleh orang tuanya.


Mam : " Anak gua itu pinter banget boongnya ... heran gua ? Belajar sama siapa kayak gitu ?"
Aku  : " Anak berbohong karena takut, kalo mau dia ga keterusan jadi pembohong, janganlah marah-marah saat dia jujur !"


Belajar dari manakah anak berbohong ? Kitalah sebagai orang tua yang mengajarinya berbohong !
Vin anakku jujur berkata padaku " Mami tau ga, kadang-kadang aku berbohong lho sama mami... soalnya kalo aku jujur, pasti kena marah !"
Aaah ! Kejujuran + Kepolosan = Menghancurkan Hati .


Sang anak suka sekali menggambar. Aku menganjurkan dia menggunakan bakatnya itu dengan belajar gambar.  Namun ternyata papanya tidak mengizinkannya.  Dengan alasan : belajar piano jauh lebih berguna daripada belajar gambar.  Padahal, si anak pernah berkata padaku, dia suka piano namun lebih suka menggambar.

Aku : " Tau ga kalo si Che suka sekali menggambar ?"
Papa: " Ia tahu..."
Aku : " Kenapa ga kursus gambar ? Biar dia bisa lebih baik lagi dengan bakatnya "
Papa: " Justru itu, saya takut dia menggunakan waktu luangnya untuk menggambar ..."
Aku : *tercengang sejenak*   "Lho, emang kenapa ? Waktu luang kan emang harus digunakan buat refreshing, melakukan hal-hal yang kita suka"

Ternyata, masih banyak sekali orang tua yang beranggapan kemampuan menggambar tidak berarti apa - apa.  Sadarkah mereka, menggambar melatih otak anak ? Sadarkah mereka sesuatu yang kelihatannya tidak berguna sebenarnya bisa membuat hidup anaknya menjadi bahagia ? Sadarkah mereka otoritas dan larangan yang tidak logis akan menumbuhkan anak yang kerdil pikiran dan tidak bisa menghargai dirinya sendiri ?
         

Moral :

Sempitnya pengetahuan dan pengertian orang tua ditambah enggan mendengar = jurang kehancuran untuk anak-anak yang dicintainya.
 

08 November 2011

Wisdom for our heart

If you are right, then there is no need to get angry.
And if you are wrong then you don't have any right to get angry.
(Jika Anda benar, maka Anda tidak perlu marah)
(Dan jika Anda salah, maka Anda tidak layak marah)


Patience with family is love.
Patience with others is respect.
Patience with self is confidence.
(Sabar dengan keluarga itulah cinta)
(Sabar dengan orang lain itulah respek)
(Sabar dengan diri sendiri itulah kepercayaan diri)


Never think hard about past, it brings tears.
Don't think more about future, it brings fears.
Live this moment with a smile, it brings cheers.
(Jangan berpikir terlalu keras mengenai masa lalu , karena hanya membawa airmata)
(Jangan berpikir terlalu banyak mengenai masa depan, karena hanya membawa ketakutan)
(Hiduplah hari ini dengan senyuman, karena akan membawa sukacita)


Every test in our life makes us bitter or better.
Every problem comes to make or break us.
Choice is ours, whether we become victim or victorious.
(Setiap cobaan dalam hidup dapat membuat kita semakin terpuruk atau semakin baik)
(Setiap masalah yang datang dapat membuat kita semakin berprestasi atau semakin hancur)
(Pilihan ada di tangan kita, menjadi pecundang atau pemenang)


Search a beautiful heart, not a beautiful face.
Beautiful things are not always good, but good things are always beautiful.
(Temukan hati yang indah dan tulus, bukan wajah yang rupawan)
(Hal yang indah tidak selalu baik, namun hal-hal yang baik selalu indah)