17 April 2014

Pelangi Kasih


Aku barusan saja pulang dari Korea bersama teman-teman gereja, pendeta dan istrinya. Seorang teman menawarkan tiket murah ke Korea.  Akhirnya 15 orang terkumpul dalam tur ini. 

Kami menikmati perjalanan ini . Ada acara berdoa di bukit doa di Paju, kebaktian pada hari Minggu , persembahan pujian di  gereja Korea.  Sangat tidak kami sangka, lagu yang kami bawakan (Pelangi KasihNya) ternyata menyentuh perasaan seorang jemaat .  Dia bahkan berterima kasih karena lagu itu memberi semangat baru dalam hidupnya. 

Perjalanan yang menyenangkan karena penuh gelak tawa .  Bahkan saat Pio menjemputku di airport dia bilang mukaku cerah, demikian juga teman-temanku.  Itulah liburan yang sebenarnya... saat pulang dengan keceriaan.

Pagi ini saat kami mulai masuk kembali dengan rutinitas, mulailah masalah kecil timbul.
Seperti yang barusan aku hadapi.  Seorang teman pelayanan di Sekolah Minggu marah kepada pemimpin sekolah minggu kami.  Dia adalah istri pendeta kami dan juga seorang penginjil. Kami  memanggilnya shi  mu (sebutan  istri pendeta dalam bahasa mandarin).

Teman ini awalnya marah padaku karena menganggap aku berpihak pada sang shi mu. Dia marah karena shi mu mengusulkan meeting mendadak. Marah karena shi mu tidak hadir di sekolah minggu pada hari minggu kemarin dan akhirnya berantakan.  
Marah karena minggu ini hari Paskah dan belum ada konfirmasi acara. Marah karena merasa shi mu tidak  bertanggung jawab.  Marah karena merasa dia bekerja sendirian.

Hmmmmm.....

Padahal sebenarnya sang shi mu sudah melimpahkan tanggung jawab kepada ketua Sekolah Minggu sebelum dia berangkat. Namun entah kenapa masih bisa berantakan. 

Padahal pagi  ini kami sudah mengkonfirmasikan acara games yang akan dipakai buat Paskah minggu ini dan mendapatkan  ide permainan yang menarik.  Namun entah kenapa sang teman ini masih saja marah dan tidak puas.

Apakah mungkin dia marah karena shi mu jalan-jalan ke Korea ? Karena sekilas dari pembicaraan dia berkata " Masih bisa jalan-jalan... sama you kan ?"
T (teman)   A (aku)

T: " Masih bisa jalan-jalan...sama you kan ?"

A: " Ya..bareng-bareng.  Kenapa ? Saya rasa jalan-jalan itu ga salah.  Apa karena dia shi mu, dia hanya harus urusin gereja dan jemaat ?  Shi mu dan mu shi (pendeta) kan juga manusia. Mereka juga butuh istirahat"

Nah... manusia itu mahluk yang lucu.
Banyak dari manusia yang katanya anak Tuhan namun tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. 

Apakah seorang pendeta dan penginjil tidak boleh berlibur dan bersuka ria ?
Apakah karena mereka pengikut Tuhan maka harus hidup dan tinggal terus untuk melayani dalam lingkungan gereja saja ?
Apakah karena mereka terlihat lebih religius daripada manusia lainnya maka mereka harus juga terlihat sangat berhemat dan sangat sederhana ?

Hmmmmm.....

Amarah dan kepicikan pikiran temanku hampir menaikkan emosiku.  Namun rasa kasihan telah menurunkan semuanya. Aku teringat permohonan doaku saat di bukit doa. Aku ingin Tuhan mengubah diriku.

Saat di bukit doa Korea, kami berdoa pukul 10 malam.  Saat pendeta mengatakan bahwa kami akan berdoa selama 1 jam, beberapa dari kami langsung protes ," Lama amat... satu jam !"

Tapi ternyata..berdoa dalam bilik kecil dan dalam suasana hening ditemani lagu pujian , 1 jam itu tidaklah lama.  Aku sampai  terheran-heran karena aku bisa berdiam diri untuk berdoa selama 50 menit.  Aku menyampaikan syukurku pada Tuhan atas segala kebaikan yang telah Dia berikan.  Aku meminta maaf pada Tuhan akan ketidakmampuanku mengalahkan dosa-dosaku. Aku meminta pada Tuhan untuk boleh mengubah diriku.  

Mungkin seperti lagu yang kami nyanyikan dan membawa berkat buat orang lain , bahwa tangan Tuhan sedang merenda suatu karya dan pada saatnya tiba nanti, kita akan bisa melihat pelangi kasihNya.

Saya dan shi  mu sepakat untuk mendoakan teman kami ini.  Semoga suatu hari nanti, dia tidak lagi hidup dalam kepahitan.  Namun bisa mengerti arti  suka cita hidup ini...


Pelangi Kasih 
Apa yang kau alami kini,
mungkin tak dapat engkau mengerti,
Cobaan yang engkau alami,
tak melebihi kekuatanmu.

Tuhanmu tak akan memberi,
ular beracun pada yang minta roti,
Satu hal tanamkan di hati,
indah semua yang Tuhan beri.

Tangan Tuhan sedang merenda,
suatu karya yang agung mulia,
Saatnya 'kan tiba nanti,
kau lihat pelangi kasihNYA.


Waktu adalah Kesempatan

Pengalaman baruku adalah membeli  buku kiloan di Cina.  Dekat Beijing Road di Guangzhou aku menemukan sebuah toko buku yang menjual bukunya dengan harga di  kilo.
Wah, seandainya aku fasih membaca tulisan cina, pasti sudah ku borong buku-buku itu.

Pio membeli 3 buah buku design. Setelah  di timbang ternyata aku hanya perlu merogoh kocek dan membayar RMB.42 (Rp. 80.000,-).  Bahkan papaku membeli sebuah buku masak buat mamaku hanya dengan RMB.11,- (Rp.21.000,-).  Harga yang tidak mungkin bisa aku temukan di toko buku Jakarta.  

Aku jadi bertanya, mengapa Indonesia tidak menjual buku-buku murah ya ?  Rata-rata satu buku yang aku beli berkisar di atas 50 ribu rupiah.  Mungkin itulah salah satu faktor mengapa aku sering menemukan anak-anak  dengan minat baca yang rendah.
Padahal begitu asyiknya membaca dan  mendapat pengetahuan dari buku-buku.

Papa mertuaku adalah seorang pembaca buku.  Sampai kemudian di usia lanjut, dia tidak berputus asa saat matanya tidak lagi bisa membaca dengan jelas. Saat kacamata tidak lagi begitu membantu dia, kaca pembesar menjadi penolongnya.  Namun akhirnya setelah segala sesuatu melemah, dia berhenti  membaca.

Terus terang ada ketakutan saat melihat kenyataan menjadi tua. Terpikir olehku, bagaimana suatu hari saat aku tidak lagi bisa membaca, bahkan kaca  pembesar tidak lagi bisa menolong.

Saat manusia mendapat kesempatan seringkali tidak melihat hal  itu  sebagai sesuatu yang berharga.  Namun saat  kesempatan itu diambil, barulah mengerti dan menginginkannya kembali. Penyesalan selalu datang terakhir...


Moral :
Waktu  adalah Kesempatan


08 Januari 2014

Anugrah Akhir Tahun

Di akhir tahun 2013 aku dan teman-temanku membantu sebuah keluarga memperbaiki rumahnya yang bocor.  

Berawal dari sms temanku yang mengajakku membantu guru les anaknya. Awalnya aku tidak terlalu tertarik karena menurutku hanyalah rumah dengan genteng yang bocor.  
Namun karena tidak enak hati, aku mengatakan akan menyumbang (ala kadarnya dalam pikiranku).  Saat itulah aku ditegur !  

Pagi itu, aku mengajar anak sekolah minggu untuk belajar mengerti perasaan dan keadaan orang lain.  Aku mengajar mereka untuk tidak egois terhadap orang tua, keluarga, teman dan orang lain.

Aku bahkan menjelaskan kepada mereka bahwa bisa saja orang terlihat tersenyum dan tertawa namun sebenarnya dalam pikiran dan hati mereka penuh masalah.

Lalu... apa yang terjadi dengan diriku ? Apakah kemunafikan mulai menggerogotiku ?
Malu !  Itulah satu kata yang muncul dikepalaku.  Bagaimana mungkin seorang dewasa melakukan kebohongan pada anak-anak ? Terlebih lagi membohongi Tuhannya ?

Namun aku sangat bersyukur karena Tuhan masih mau memberikanku rasa malu itu.  Ada waktunya jiwa perlu dipermalukan sehingga kesombongan mengerti posisinya.

Berawal dari teguran dan rasa malu itulah kemudian aku membuat program pengumpulan dana anak-anak sekolah minggu. Aku mengajarkan mereka bahwa selembar sepuluh ribu yang mereka sumbangkan bisa membantu orang lain.  Dari selembar sepuluh ribu mereka terkumpul dana Rp.780.000,-.  Dari jumlah itu kami mengadakan bazaar menjual antis hand cleaner, kue dan kaos.

Di sini Tuhan kembali mengajarkan padaku arti "PERCAYA".
Hitungan di atas kertasku menuliskan aku akan berhasil mengumpulkan Rp.4.000.000,-.
Tapi, pekerjaan dan campur tangan Tuhan itu luar biasa, kami bisa mendapat dana Rp. 6.250.000,-.   

Aku membuat video dari klip foto-foto yang aku kumpulkan dalam projek ini dan menayangkannya pada anak-anak pada acara natal 2013 ini.   Anak-anak baru mengerti saat mereka melihat video bagaimana uang mereka berguna buat orang lain. 

Natal 2013 memberiku pengalaman yang luar biasa.  Aku belajar banyak sekali.
Sekalipun aku menjadi sakit-sakitan namun Tuhan memampukan semua ini terlaksana.  
Sekalipun teman-teman memberikan pujian untuk projek ini , namun aku sungguh tahu, aku tidak mampu tanpa bantuan Tuhan.  

Terima kasih untuk boleh menjadi semakin mengerti Tuhanku...
Aku tahu, tidak semua orang memiliki kesempatan ini.  Jika aku yang mendapat kesempatan ini, semua hanya karena anugrahMu.

Aku juga berdoa untuk keluarga yang mendapat kesempatan dibantu olehMu.

Biarlah, luka hati mereka boleh membaik hari demi hari . 

Mereka hanyalah anak-anak yang belum mengerti akan dunia ini saat mereka ditinggal pergi orang tua mereka.

Namun, aku tahu Tuhan, saat kau memberikan mereka untuk diperhatikan oleh kami,  itu bukan suatu kebetulan.  Aku mengerti bahwa Kau hendak mengajar setiap dari kami.   Kami yang memberi dan mereka yang menerima.

Terima kasih Tuhan untuk penutup tahun 2013 yang indah...


Moral :
Adalah suatu anugrah bisa menerima dan mengerti ajaranNya.


 

A Sticky Note for My Birthday

Seperti apakah rasanya bisa melewati satu tahun lagi kehidupan ?
Bersyukur !  Benar, itulah hal terbaik dalam hidup setiap manusia.  Bisa melewati 1 tahun yang penuh pengalaman hidup.

Aku bersyukur untuk orang-orang yang ditempatkan disekelilingku, walaupun tidak berarti tidak ada pertengkaran, amarah dan luka hati.  

Aku bersyukur untuk tubuhku, walaupun tidak berarti tidak ada yang sakit dan menimbulkan masalah.

Aku bersyukur untuk pekerjaanku, walaupun tidak berarti tidak adanya stress dan capek.

Aku bersyukur untuk semuanya karena aku tidak mau menjadi bagian dari manusia yang semakin bertambah umur semakin sulit mengucapkan syukur.

Bisa mengucap syukur adalah hal yang sangat melegakan hati.  Begitu banyak masalah  menjadi tidak lagi berat saat syukur itu bisa dipraktekkan.

Selamat ulang tahun diriku...
Jangan lupa untuk senantiasa bersyukur dalam hal apapun karena syukur itu tidak menunggu saat terbaik menurut pikiranmu.  
Biarlah syukur itu selalu menjadi bagian dari hidup ini.  
Jadikanlah syukur teman terbaik yang boleh menemanimu sampai saat akhirmu...
 

Moral :

Mengucap syukur itu sopan dan menyenangkan.
Menerapkan syukur itu murah hati dan terhormat.
Tetapi menghidupi syukur itu menyentuh Surga...
(Johannes A. Gaertner)