23 Januari 2013

TTM

Seorang teman SMA ku yang juga tetangga masa remaja memilih menjadi single parent dalam pernikahannya.  Ini telah dijalankannya cukup lama, sepengetahuanku paling tidak sudah di atas 10 tahunan.  

Teman ini adalah sosok yang pandai dan cantik. Semasa SMA ia adalah bunga sekolah kami.  
Namun pernikahannya membawa luka di jiwanya dan akhirnya dia memutuskan bercerai dan menjadi single parent.

Semalam, di dalam grup BB SMA kami berbincang-bincang. Awalnya hanya guyonan biasa namun akhirnya menjadi sesuatu yang serius dan membuatku berpikir dan ingin menuliskannya di sini.

Teman ini menanyakan apakah seharusnya ia menikah kembali. 
Bapak J : "Jangan... lebih baik kamu memikirkan kepentingan anak kamu "
Aku        : " Kenapa tidak ? Jika kamu yakin , lakukan saja... Suatu hari anak akan meninggalkanmu maka kamu harus mencari kebahagiaan sendiri "
Teman   : "Tapi kalau hasilnya sama saja bagaimana ?"
Aku        : "Jangan ada penyesalan, cukup itu saja... Paling tidak kamu mencoba keyakinan kamu, jika tidak dicoba maka kita tidak akan pernah tahu hasilnya.  Namun jika kenyataan di depan tidak seperti yang kita harapkan - ya sudah ..."
Bapak I : " Hidup itu cuma sekali saja, tidak ada salahnya mencoba.."
Teman  : " Tapi aku ragu..."
Aku       : " Jangan menikah kalau kamu ragu... jadikan saja TTM (teman tapi mesra) :D
Ada kalanya, berteman jauh lebih baik daripada menikah..."
Teman  : " Kalo begitu...TTM aja deh .." 

Perbincangan kami menarik karena ada pro dan kontra didalamnya.  Saat Bapak J bilang akan lebih sulit seorang wanita berumur mendapat jodoh dibandingkan seorang gadis.
Ada kebenaran di sana, namun saat jodoh dan cinta itu datang itu di luar kuasa manusia.

Ada banyak orang-orang yang menikah pada saat mereka tidak lagi muda dengan pasangan yang juga tidak muda. Namun mereka bahagia... melebihi kebahagiaan pasangan-pasangan muda.  

Seringkali kebahagiaan kita hilang karena trauma masa lalu kita.  Seperti temanku ini, sebagai seorang wanita jelas ia ingin sekali mendapat seorang pria yang bisa menjadi tempat bersandarnya.  Namun, trauma dan luka jiwanya membuatnya mundur dan ragu untuk mencoba lagi.

Saat Bapak J mengatakan bahwa temanku terlalu banyak memilih dan menuntut kemapanan, aku tersenyum dan menimpalinya," Apa salahnya mencari pasangan yang mapan ?" 

Berbicara soal kemapanan, setiap wanita pasti ingin mendapat pasangan yang telah mapan dan itu sangat realistis.  Namun, untuk seorang single parent yang bertahan untuk tidak menikah di atas 10 tahun, hal itu pastinya bukan di urutan pertama pertimbangannya. 

Ada lebih banyak pertimbangan yang membuatnya ragu.  Apakah bisa mendapatkan seorang yang benar-benar mencintai dan menerimanya apa adanya.  Apakah jiwanya tidak akan terluka lagi ?  Itulah pertimbangan trauma yang terus membelenggu dirinya.


Moral :
Sebenarnya dunia tidak menjanjikan apa-apa buat hidup kita.
Terlihat menawarkan kebahagiaan namun sebenarnya ada banyak penderitaan.
Terlihat menyodorkan kesenangan namun ada banyak kepedihan didalamnya.
Dunia menjanjikan kenikmatan sekaligus rasa bersalah dalam jiwa manusia.
(Diambil dari renungan Daily Devotion)

18 Januari 2013

Betis, Dengkul, Paha, Pinggang, Dada.....

Masih dalam suasana banjir dan aku memilih menulis di balkon sambil menikmati hujan, banjir, langit abu-abu dan segelas kopi.

Banjir mulai surut.  Kemarin air yang masuk sudah mencapai sebetis.  
Nah..karena terlalu seringnya banjir terjadi di Indonesia membuat orang Indonesia lebih mudah memprediksi tingginya air dengan ukuran tubuh.

Ini tweet dari seorang asing mengenai banjir di Indonesia :
"Everywhere in the world flood is measured by "centimeters" or "meters'.  Only in Indonesia flood is measured by "betis, dengkul, paha, pinggang, dada"... I am confused !!!"  :D

Tapi itu adalah kenyataan dan memang rata-rata orang di Indonesia sudah terbiasa mengukur banjir dengan ukuran tubuh mereka. Mau itu anak-anak maupun orang dewasa...
Ukuran tersebut membuat orang yang mendengarnya bisa membayangkannya dengan mudah.  

Saat Vin pulang dari sekolah, dia berteriak ,"Mami... air di apartemen depan sekolah sudah mau sedada lho !"

Saat sopirku melapor," Wah, waktu saya datang... air di perumahan kompleks sebelah sudah sepaha bu.."

Saat pio bilang ke tetangga ," Air di blok ini lebih tinggi lho... sepaha ! Kalo di blok ujung sana cuma sebetis !!!"

Bahkan aku juga menulis di blog ini ..."air yang masuk mencapai sebetis .." :D

Kebiasaan ini tidak akan mudah dirubah, kecuali Indonesia tidak lagi dilanda banjir sampai puluhan tahun mendatang. Dimana, orang-orang sudah mulai melupakan kapan terakhir mereka mengalami banjir. Mereka juga sudah lupa ketidaknyamanan yang terjadi. Saat itu, mereka akan mengukur banjir dengan sentimeter dan meter.

Baru saja melintas 2 orang anak perempuan di atas perahu karet.  Mereka berdayung dengan gembira.  Seorang bapak juga berusaha menangkap ikan kecil dengan jaring.  Di televisi aku melihat anak-anak telanjang bermain air. Ada juga bapak dan ibu yang mengajak anak-anaknya bersepeda melihat keadaan banjir di Thamrin.  Semacam wisata pengetahuan. Mereka ingin mengajarkan anaknya menyadari bahwa masih banyak orang yang tidak beruntung, jadi tidak seharusnya mereka mengeluh.   Yah... itu yang seharusnya dilakukan.  

Karena banjir, paling tidak Pio bisa beristirahat.  Demikian juga aku, akhirnya bisa menulis lebih banyak.  Anak-anak menikmati tontonan masing-masing.  Mbak juga beristirahat.  Jadi, keadaan seperti ini tidak seluruhnya merugikan ...


Moral :
"A habit cannot be tossed out the window; it must be coaxed down the stairs a step at a time." 
-Mark Twain-

Banjir dan Kecoa

Saat membuat tulisan ini, Jakarta lagi terendam banjir.
Sejak 2 hari yang lalu, beberapa kawasan di Jakarta telah terendam banjir dan banyak warga yang telah diungsikan atau mengungsi.  

Akhirnya.... pagi ini air masuk juga ke dalam rumah.  Saat aku menulis air sudah mencapai semata kaki.  
Aku tidak berani menggerutu dan hanya bisa bersyukur karena aku masih bisa memiliki tempat kering di lantai 2 bahkan masih bisa menulis dan menggunakan internet.  Apa lagi yang kurang ?  Saat ini banyak sekali kawasan di Jakarta yang terendam dalam, lampu padam , dan masalah-masalah lainnya.

Kemarin , ibu pencuci baju di rumahku mengeluh karena rumahnya terendam banjir.  Semua kasurnya basah.  

Ibu Y  : "Aduuh... emang nasib orang miskin. Selalu saja dikasih masalah !"
Aku     : "Kasur yang terendam ibu jemur saja..."
(walaupun aku juga prihatin karena mau tidur di mana mereka sekeluarga ?)
Ibu Y  : "Kenapa juga orang miskin yang kena banjir ? Makanya ga enak jadi orang miskin!"
Aku     : "Siapa bilang banjir milih orang ? Orang kaya atau miskin kalau rumahnya kena banjir yah kena banjir aja bu..."

Percakapan ini membuatku berpikir bahwa rasa bersyukur dalam diri setiap orang itu memang sangat diperlukan.  Manusia tidak pernah lepas dari masalah.  Masalah bisa diselesaikan dengan banyak pilihan.  Aku adalah jenis manusia yang memilih menyelesaikan masalah dengan menjalankan dan bersyukur. 

Saat 2007 Jakarta juga mengalami banjir besar seperti sekarang. 
Saat itu, rumahku cuma 1 lantai dan semuanya terendam habis. Kami sekeluarga mengungsi ke apartemen adikku.  Vin senang sekali karena sekolah libur dan bisa bermain bersama sepupunya.  Sekalipun hati ini resah namun aku pasrah menerima semua apa adanya. Aku memilih untuk tidak khawatir .  Akhirnya, semua juga lewat... 

Tadi pagi saat air mulai naik di teras rumah, kecoa-kecoa mulai berlarian.  Karena geli melihat kecoa-kecoa tersebut, aku mulai memukuli mereka dengan sandal.
Kemudian aku menjadi sadar, saat melihat kerumunan kecoa yang semakin banyak... mereka hanya ingin bertahan hidup.  Akhirnya , aku berhenti memukuli mereka dan mulai memasang kain dan bata di kolong pintu untuk menghalangi mereka masuk.

Hal demikian terjadi juga dalam  hidup kita saat banjir ini.  Saat kita panik menghadapi banjir, kita mulai menggerutu, menyalahkan banyak hal bahkan Tuhan sebagai pihak yang menyebabkan bencana ini. Banyak yang mengeluh ," Duh Tuhan, kenapa sih hujan melulu?".
Alih-alih kita berpikir dan menyalahkan Tuhan sebagai penyebab bencana, lebih baik kita merubah pola pikir untuk survive seperti kecoa-kecoa tersebut.

Jika kecoa saja dengan naluri keseranggaannya mencoba bertahan hidup , mengapa manusia dengan naluri kemanusiaannya tidak mencoba bertahan memiliki pola pikir yang positif ?

Jika manusia bisa bertahan seperti itu, maka rasa bersyukur kita dalam menghadapi masalah apapun tidak mudah tergerus oleh ketidaknyamanan yang ditimbulkan sang masalah.

Seorang teman berkata dalam chat-an bb ," Mudah-mudahan tidak hujan lagi.."
Aku menjawabnya " Hujan masih tetap akan turun beberapa hari ini dan itu tidak bisa dirubah, lebih baik kamu mintanya mudah-mudahan hujannya rintik-rintik saja dan cukup 5 menit ..." :D 


Moral :
Survivors aren't always the strongest...
Sometimes they are the smartest...
But, more often simply the luckiest.
-Carrie Ryan- 

16 Januari 2013

B & D 2012..... (Books & Dramas)

Sedikit catatan tambahan untuk penutup tahun 2012 :D

Bagiku tahun 2012 adalah tahun yang cukup menyenangkan.  Di balik setiap kesibukan , stress, kecapekan ... selalu ada suka cita bersamanya.

Selama satu tahun ini aku mencatat buku dan drama yang telah aku tonton.  Dan ternyata, aku lebih kecanduan menonton daripada membaca ... (walaupun jumlah buku berbanding film lebih banyak)

Drama Korea 2012 :
1. Heartstrings (15 eps)
2. Lie To Me  (16 eps)
3. Scent of A Woman (16 eps)
4. Feast of The Gods (32 eps)
5. A Thousand Day's Promises (20 eps)
6. Big ( 16 eps)
7. King Fashion (20 eps)
8. To The Beautiful You (16 eps)
9. The King 2 Hearts (20 eps)
10. My Girlfriend Is A Gumiho (16 eps)
11. Full House Take 2 (32 eps)
12. I Do I Do (16 eps)
13. Arang And The Magistrate (20 eps)
14. Hero (16 eps)

Hampir semua film yang aku tonton cukup menarik.  Karena biasanya aku akan melihat komentar dan kritik film tersebut sebelum memulai menonton.

Tanpa terasa aku telah menjadi penonton setia film korea sejak tahun 2001. 
Waktu itu aku sedang mengandung Vin dan film Korea pertamaku adalah Hotelier.  Karena begitu berkesan maka aku bisa mengingat nama pemainnya : Bae Yong Joon  (:D
Namun semakin lama dan semakin banyak film yang aku tonton, aku tidak lagi bisa mengingat nama-nama aktor dan aktris Korea,  kecuali acting mereka benar-benar berkesan buatku.  Untuk pemain muda aku menyukai Lee Seung Gi.  Beberapa filmnya memang menarik.

Lalu, apa yang aku baca di 2012 ?
1.  Simple Present Past Love (Thia Kyu Ori) - 232 pages
2.  Hunger Games (Suzanne Collins) - 384 pages
3.  Catching Fire (Suzanne Collins) - 391 pages
4.  Mockingjay (Suzanne Collins) - 390 pages
5.  The Power of Giving (Harvey MCkinnon & Azim Jamal) - 192 pages
6.  Lightning Thief - Percy Jackson (Rick Riodan) - 375 pages
7.  47 Kisah Persahabatan Terunik Antar Binatang  (Jennifer Holland) - 160 pages
8.  Tipping Point (Malcolm Gladwell) - 320 pages
9.  Anak Sejuta Bintang (Akmal Nasery Basral) - 400 pages
10.Vegetable Gardening (Galuh Iritani) - 115 pages
11. The (Un)Reality Show (Clara Ng) - 350 pages
12. Berciuman Dengan Mata Terpejam (Hoeda Manis) - 382 pages
13. Meramu Media Tanaman Untuk Pembibitan (Arrum Lestariningsih) - 87 pages
14. Cara Dodol Jadi Cowok Cool (Chuck Durden Project) - 141 pages
15. Supernova 1 - KPBJ (Kesatria, Putri  & Bintang Jatuh) - 318 pages
16. I Am Number Four the Lost Files - The Legacies (Pittacus Lore) - 440 pages  

Untuk penulis fiksi, aku menyukai alur cerita penulis luar.  Karena beberapa alur cerita mereka tidak terduga, sedangkan alur penulis Indonesia masih mudah sekali ditebak.    Aku menyukai tulisan Hoeda Manis walaupun beberapa cerita inspiratifnya bukan hal yang baru kubaca.  Demikian juga penulis bagus lainnya seperti Andrea Hirata dan Ahmad Tohari.


Mungkin karena minat baca penduduk Indonesia yang masih lemah, membuat penulis-penulis kurang mendapat kritikan dan dukungan. 

Aku menarik kesimpulan, drama Korea tidak jauh berbeda dengan ending cerita penulis Indonesia. Namun, apa yang membuat drama Korea tetap ditonton orang-orang di seluruh dunia walaupun waktu boomingnya telah melewati 10 jari ini ? Karena, akhir kisah cerita bisa memberikan pelajaran dan kesan mendalam buat penonton, di luar faktor adanya aktor dan aktris yang menarik. :D 

Saat aku mengatakan pada temanku bahwa ada drama Korea yang baru tayang dan menarik, dia bilang , " Ntar dulu deh... aku masih berbunga-bunga habis nonton film yang ini...".  Padahal drama yang dia tonton adalah drama awal 2011.

Suatu hari, penulis Indonesia juga akan bisa membuat pembaca merasa berbunga-bunga seusai membaca tulisan mereka.  Suatu hari.... pasti bisa !


Moral :
“You can make anything by writing.” 
― C.S. Lewis